Style Sampler

Layout Style

Patterns for Boxed Mode

Backgrounds for Boxed Mode

UPACARA ADAT WILUJENGAN MADILAKIRAN KI AGENG WANAKUSUMA

Nov

15

Bantul, Jogja TV | Keyakinan masyarakat akan suatu tradisi di beberapa daerah masih menjadi sesuatu yang sangat umum. Tak heran pula jika saat ini kita masih dapat menyaksikan berbagai macam prosesi adat yang dilakukan untuk memperingati suatu budaya tertentu. Tradisi peringatan budaya tersebut merupakan suatu wujud penghormatan masyarakat untuk menghargai dan mengenang jasa-jasa para leluhur yang terdahulu. Seperti hal nya dengan tradisi adat yang dilakukan oleh masyarakat dusun Wonotoro, desa Jati Ayu kecamatan Karang Mojo kabupaten Gunung Kidul, yang mana masyarakat di dusun ini setiap tahunnya selalu melakuakan prosesi upacara adat wilujengan madilakiran guna mengenang jasa Ki Ageng Wonokusumo.

segment #1.mpg_000052440

Ki Ageng Wonokusumo merupakan salah seorang sesepuh desa setempat yang telah wafat dan berjasa dalam perkembangan desa tersebut. Pada awanya, Ki Ageng Wonokusumo merupakan seorang pengembara yang sedang melakukan pengembaraan di desa Bayat. Dalam melakukan pengembaraannya, beliau tidak sendiri melainkan ditemani oleh 2 orang penunjuk jalan yaitu Joko Lelono dan Joyo Prakoso. Sesampainya di desa Bayat Ki Ageng Wonokusumo bertemu dengan Sunan Pandanaran dan diberikan sebuah perintah yang harus beliau laksanakan. Dalam perintah tersebut, Ki Ageng Wonokusumo diutus Sunan Pandanaran untuk mencari tanah yang memiliki bau harum seperti tanah yang ada di desa Bayat. Dengan berbekal tanah harum dan ditemani oleh seorang abdi yang bernama Wonotirto dari Bayat, Ki Ageng Wonokusumo melanjutkan pengembaraannya untuk mencari tanah harum trsebut di daerah Gunung Kidul. Sesampainya di Gunung Kidul, ahirnya tanah harum yang dicari dapat di temukan di suatu hutan bernama wonotoro yang saat ini menjadi dusun Wonotoro. Saat ini pun, tanah harum tersebut masih dapat ditemukan di kompleks pemakaman Ki Ageng Wonokusumo di dusun Wonotoro.

segment #1.mpg_000133040

segment #2.mpg_000044160

Nama dusun Wonotoro sendiri bukan berarti tak mengandung makna, kata Wonotoro merupakan gabungan dari dua buah suku kata yaitu wono dan toro. Dalam bahasa Indonesia kata wono dapat diartikan sebagai hutan sedangkan toro yang merupakan potongan dari kata ketoro dalam bahasa Indonesia memiliki arti kelihatan. Jadi penggabungan dari kata wonotoro sendiri mengandung arti wono seng ketoro atau hutan yang kelihatan. Mengapa dinamai demikian, karena lokasi ini merupakan suatu tempat yang dapat terlihat dari desa Bayat.

Dalam pelaksanaannya, tradisi upacara madilakiran ini dilaksanakan pada bulan jumadil akhir menurut penanggalan jawa. Prosesi upacara madilakiran ini dimulai sejak tanggal 1 hingga tanggal 25 di bulan tersebut. Penentuan acara puncak dalam tradisi ini ialah mengambil hari senin pahing atau kamis wage di kompleks pemakanan Ki Ageng Wonokusumo di dusun Wonotoro.

segment #1.mpg_000265760

Beberapa ubarampe di persiapkan dalam acara puncak pelaksanaan upacara madilakiran ini. Beberapa diantaranya ialah nasi gurih, lengkap dengan ingkung ayamnya. Setiap warga wajib untuk mengumpulkan ubarampe tersebut di pendopo kompleks pemakaman Ki Ageng Wonokusumo. Dalam upacara madilakiran tahun ini, sebanyak 150 nasi gurih lngkap dengan ingkung dapat terkumpul di kompleks pemakaman Ki Ageng Wonokusumo. Tujuan dari kegiatan pengumpulan nasi gurih dan ayam ingkung ini semata-mata sebagai suatu media untuk melakukan sodaqoh kepada warga sekitar.

segment #2.mpg_000258600

segment #2.mpg_000254320

Setelah semua nasi gurih dan ayam ingkung dari warga terkumpul semua, prosesi selanjutnya ialah mendo’akan nasi gurih dan ayam tersebut. Prosesi do’a ini sebagai perwujudan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan rahmat dan hidayah yang telah diberikan selama ini. Do’a bersama ini akan dipimpin oleh sesepuh desa setempat serta diikuti oleh seluruh warga masyarakat desa Wonotoro. Suasana hening dan khusuk dapat terasa pada prosesi do’a bersama ini.

segment #2.mpg_000317240

segment #2.mpg_000326920

Setelah prosesi do’a bersama selesai, nasi gurih dan ingkung ayam yang sudah di do’akan selanjutnya akan dibagikan kepada warga masyarakat yang hadir dalam upacara adat madilakiran Ki Ageng Wonokusumo ini. Nasi an ingkung ayam yang terkumpul akan dibagi dalam besek-besek yang sudah diprsiapkan untuk seanjutnya dibagikan satu per satu kepada masyarakat yang hadir.

segment #3.mpg_000119920

 

segment #2.mpg_000345280

Antusiasme warga untuk hadir dan mengikuti upacara adat madilakiran ini patut untuk diacungi jempol. Tak hanya masyarakat yang berada di desa tersebut akan tetapi masyarakat dari berbagai wilayah pun turut hadir dalam upacara tradisi ini. Berbagai harapan dan keinginan turut serta dipanjatkan dalam prosesi upacara mdilakiran ini. “Yang menjadi harapan saya ialah masyarakan selalu diberikan keselamatan, kemakmuran serta apa yang di cita-citakan dapat terkabul dan masyarakat dapat mencontoh berbagai prilaku baik yang telah dilakukan oleh para leluhur sebelumnya”, ujar Sri Pranowo selaku panitia acara.

segment #1.mpg_000049800

Tradisi merupakan suatu aset budaya yang patut untuk di banggakan serta dilestarikan. Pengenalan sejak dini kepada generasi muda merupakan suatu langkah yang dapat ditempuh agar generasi muda masa kini dapat menjadi penerus tradisi ini di waktu yang akan datang.

Share this with friends