Style Sampler

Layout Style

Patterns for Boxed Mode

Backgrounds for Boxed Mode

Humus Sintetis Solusi Atasi Krisis Pangan

Humus Sintetis Solusi Atasi Krisis Pangan

Sleman, JOGJA TV| Semakin menyusutnya lahan pertanian berdampak pada rendahnya produktivitas pertanian. Di samping lahan yang semakin menyusut kondisi tanah pertanian yang ada saat ini juga sudah sangat kritis akibat banyaknya penggunaan pupuk kimia yang justru membuat tanah semakin mengeras. Tanah pertanian saat ini sudah berada pada tahap “sakit” karena kekurangan humus. Bahkan humus yang terkandung dalam tanah saat ini tinggal 1%-2% padahal idealnya adalah 5%. Menghadapi kondisi ini ilmuwan dari Fakultas MIPA UGM, Dr. Agus Kuncaka, DEA melakukan penelitian untuk meniru cara bakteri membuat humus. Melalui proses kimiawi dia berhasil menciptakan humus sintetis yang bermanfaat untuk mengembalikan kesuburan tanah demi meningkatkan produktivitas pertanian.

Kurangnya pemeliharaan terhadap tanah pertanian menyebabkan tanah kekurangan humus sehingga tanah menjadi tidak subur dan akibatnya produktivitas pertanian menjadi menurun. Humus sangat penting dibutuhkan oleh tanaman karena berperan sebagai penyerap makanan untuk pertumbuhan tanaman. “Fungsi humus adalah mengkonsentrasikan tanah menjadi kaya akan nutrisi sehingga bakteri bisa berkembang di situ, kemudian bisa menyerap makanan sehingga tanaman kalau mau makan unsur-unsur yang dibutuhkan sudah tersedia di situ,” kata Dr. Agus Kuncaka, DEA.

BHI HumusSintentis.mpg_001586547

Untuk bisa tumbuh dan berkembang tanaman membutuhkan makanan berupa nitrogen, mineral dan unsur hara. Unsur-unsur kimia tersebut sebenarnya tersedia melimpah di alam ini namun tanpa adanya humus maka tanaman tidak akan bisa menyerap makanan tersebut.

Humus berasal dari pelapukan dedaunan dan limbah peternakan yang secara alami baru bisa terbentuk  menjadi humus setelah puluhan tahun atau bahkan ribuan tahun. Lamanya pembentukan humus menjadi perhatian tersendiri bagi  Dr. Agus Kuncaka, DEA dari Departemen Kimia Fakultas MIPA UGM. Ia pun kemudian menciptakan humus sintetis melalui proses kimia. Jika humus alamiah membutuhkan waktu ribuan tahun untuk bisa terurai oleh bakteri maka humus sintetis ini dapat diciptakan dalam waktu yang tidak terlalu lama. “Kita mengimitasi proses terjadinya humus,” katanya.

BHI HumusSintentis.mpg_003264080

Penelitian untuk menciptakan humus sintetis SROP (Slow Release Organic Paramagnetic) telah dilakukan sejak tahun 2009. Hasilnya pun sangat bermanfaat untuk meningkatkan produktivitas pertanian. Humus sintetis pernah diujicobakan pada tanaman kentang di daerah Dieng. Dahulu para petani kentang di Dieng bisa menghasilkan kentang 40 ton/ hektar. Namun seiring rusaknya tanah karena menipisnya kandungan humus maka panenan kentang menyusut menjadi 20 ton/hektar. Kini, dengan menggunakan humus sintetis panen kentang bisa terdongkrak lagi menjadi 40 ton/hektar.

Tak hanya diujicobakan pada tanaman kentang namun humus sintetis itu juga telah diaplikasikan pada komoditas pertanian lainnya, seperti padi, palawija, pare, cabai, timun, tomat dan sebagainya.

Salah satu petani di Dusun Dalangan, Tirtomartani, Kalasan, Sleman bernama Ahmad Sudarman sangat mengakui kehebatan humus sintetis yang diciptakan oleh dosen Fakultas MIPA UGM tersebut. Menurut Ahmad Sudarman tanaman padi yang menggunakan humus sintetis dapat menghasilkan gabah yang semakin banyak. Hal itu karena anakan padi bisa mencapai 20 anakan. Disamping itu untaian padinya juga bertambah panjang yang otomatis jumlah butiran padinya makin banyak, bisa mencapai 250 butir. “Penemuan humus ini efisien sekali, ini sungguh-sungguh terjadi,” kata Ahmad Sudarman.

BHI HumusSintentis.mpg_001171545

Cara penggunaan humus sintetis juga sangat mudah. Untuk lahan seluas 1000m2 hanya membutuhkan humus sintetis 2 kuintal. Selama humus sintetis disebar di lahan persawahan maka kondisi air harus tetap dijaga jangan sampai kekurangan air karena untuk mengembalikan unsur-unsur organik. Selain itu, jerami sebaiknya dibiarkan membusuk di sawah untuk mengembalikan kesuburan tanah.

Humus sintetis sangat membantu penyerapan makanan pada tanaman. Dengan humus ini penggunaan pupuk kimia bisa dikurangi sehingga petani bisa lebih irit menggunakan pupuk kimia. Menurut pengakuan Ahmad Sudarman, sebelum memakai humus sintetis dirinya membutuhkan pupuk urea sebanyak 40 kg/1000m2 tanaman padi. Namun setelah menggunakan humus sintetis dirinya hanya membutuhkan pupuk urea 15 kg/1000m2. “Itu saja terpakai semua, tidak ada yang mengendap ataupun menguap,” ucapnya.

Humus sintetis temuan dari Dr.Agus Kuncaka, DEA ini diberi nama Rabook.  Humus sintetis tjap Rabook diproduksi oleh Koperasi Serba Usaha Karya Warga Merapi, di Dusun Barong, Donoharjo, Ngaglik, Sleman, Yogyakarta. Humus berbentuk kering ini sudah dipatenkan tetapi belum dipasarkan secara luas sehingga masih untuk kalangan terbatas. Meski demikian, Dr. Agus Kuncaka bersedia membantu siapa pun yang ingin membuat humus sintetis hasil temuannya. “Kalau pabrik besar harus bayar tetapi kalau rakyat kecil diberi gratis ilmunya, nanti kelompok tani yang buat sendiri,” katanya.

Humus sintetis yang dibuat saat ini masih sebatas menggunakan limbah pertanian dan peternakan. Ke depan akan dikembangkan humus sintetis dari sampah yang keberadaannya menumpuk, terutama di wilayah perkotaan. “Kita kembangkan juga sampah yang bertumpuk-tumpuk kita buat menjadi humus. Mesinnya sedang kita buat,” ungkapnya.

Penggunaan humus sintetis sebaiknya dilakukan secara berulang-ulang mengingat kondisi humus di dalam tanah saat ini tinggal sekitar 1%-2%. Humus sintetis terbukti dapat menaikkan volume tanah menjadi semakin tebal. Semakin besar volume tanah makin banyak air dan unsur hara yang disimpan untuk cadangan makanan pun juga makin melimpah.

Humus sintetis menjadi solusi untuk meningkatkan produktivitas pertanian karena humus ini berfungsi untuk meningkatkan kandungan organik di dalam tanah. Produktivitas pertanian Indonesia harus digenjot. Apalagi di tahun 2050 mendatang Indonesia mengalami bonus demografi sehingga sektor pertanian harus ditingkatkan produksinya sebesar 20% dari jumlah penduduk yang ada saat ini. Seiring dengan terjadinya peledakan jumlah penduduk dunia maka nantinya  Indonesia akan menjadi pusat tumpuan pangan dunia. Oleh karena itu, bisnis di bidang komoditas pertanian akan memiliki prospek yang bagus. “Kepada para pemuda saya himbau untuk tergerak hatinya menjadi orang yang kaya raya dengan bisnis pertanian,” ucap Dr. Agus Kuncaka. (Rum) Sumber: Bincang Hari Ini, selasa 03/04/2018).

Share this with friends

Comments are closed.