Share this with friends
Nov
17
Sleman, JOGJA TV| Bagi sebagian besar masyarakat musik jazz mungkin masih dipandang sebagai genre musik yang jarang didengarkan. Sebagai upaya untuk mendekatkan musik jazz kepada masyarakat umum panitia Ngayogjazz akan menggelar pentas musik jazz di tengah pedesaan. Perhelatan musik jazz dengan konsep kerakyatan ini kembali digelar di Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Setelah sebelumnya digelar di daerah Sleman barat tahun ini Ngayogjazz akan digelar di daerah Sleman timur, tepatnya di di Desa Kledokan, Selomartani, Kalasan, Sleman. Ngayogjazz 2017 mengangkat tagline “Wani Ngejazz Luhur Wekasane” akan diselenggarakan pada sabtu pahing, 18 November 2017 mulai pukul 10.00 hingga malam hari. Komunitas musik jazz dari berbagai kota di Indonesia seperti Solo, Yogyakarta, Purwokerto, Trenggalek, Balikpapan, Pekanbaru, dan sebagainya akan tampil menghibur penonton di event Ngayogjazz.
Menikmati musik jazz dengan nuansa pedesaan akan menjadi pengalaman tersendiri bagi para pecinta jazz dari seluruh penjuru dunia. Jika selama ini musik jazz kesannya jauh dari masyarakat dan hanya bisa dinikmati oleh kalangan tertentu dan di tempat-tempat mewah pula, namun tidak demikian dengan pagelaran Ngayogjazz. Sejak awal kali diselenggarakan sekitar tahun 2007 hingga 2017 ini Ngayogjazz selalu dipentaskan di tempat-tempat yang tidak biasa dan jauh dari kesan mewah. Lokasi pedesaan menjadi tempat yang dipilih untuk penyelenggaraan event musik tahunan ini. Desa yang dipilih biasanya merupakan desa wisata atau desa budaya yang kulturnya masih kuat. Tahun ini panitia Ngayogjazz memilih Dusun Kledokan, Selomartani, Kalasan, Sleman. Secara kultur Dusun Kledokan memiliki kesenian gejog lesung dan bregodo. Sedangkan dari segi sejarah di Dusun Kledokan terdapat monumen Plataran sebagai penanda agresi militer Belanda ke 2 dan di situlah pahlwan Komarudin tertangkap. Berdasarkan cerita sejarah ini kemudian panitia Ngyogjazz memilih Kledokan sebagai tempat penyelenggaraan acara. Demikian ungkap panitia Ngyogjazz, Vindra Diratara.
Tema Ngayogjazz 2017 “Wani Ngejazz Luhur Wekasane” berasal dari kata mutiara Jawa “Wani Ngalah Luhur Wekasane”. “Secara harafiah Wani Ngejazz Luhur Wekasane diartikan siapa pun yang mau melakukan sesuatu untuk jazz baik itu musisi maupun penonton pasti dia akan mendapatkan kemuliaan”, kata Vindra Diratara.
Sekitar 180 panitia terlibat dalam event Ngayogjazz. Mereka terdiri dari 80 orang pekerja profesional yang sama-sama punya visi untuk membuat pertunjukan musik dan dibantu 100 orang warga desa setempat.
Ngayogjazz menjadi wadah bagi komunitas-komunitas jazz terutama para musisi muda yang selama ini jarang mendapatkan tempat di festival-festival besar. Artis-artis yang diundang untuk menyemarakkan Ngayogjazz dipilih secara selektif dan tidak asal populer. Artis yang diundang diantaranya Gugun Blus Shelter, Dira Sugandi, Nona Ria dan juga ada artis dari Prancis.
Komunitas Jazz Everyday merupakan satu dari beberapa komunitas jazz yang akan tampil di event tanggal 18 November mendatang. Vokalis Everyday, Riri mengatakan pada perhelatan Ngayogjazz tersebut kelompoknya akan membawakan 8 lagu. Diantaranya ada beberapa lagu baru yang akan diperdengarkan untuk kali pertama di Ngayogjazz tersebut.
Ngayogjazz tidak hanya menampilkan pertunjukan musik namun akan dilengkapi juga dengan pasar jazz. Pasar jazz akan menyajikan kuliner dan kerajinan hasil karya penduduk setempat. Selain itu, penonton juga bisa menikmati kesenian tradisional gejog lesung dan bregodo. Demikian ungkap Sie Komunikasi, Amelberga Astri.
Amelberga Astri juga menghimbau kepada masyarakat yang hendak menonton Ngayogjazz supaya membawa jas hujan, sandal jepit atau sepatu booth dan memakai pakaian yang nyaman. Hal ini karena Ngayogjazz digelar pada bulan november dimana banyak terjadi hujan.
Ngayogjazz benar-benar dipersembahkan untuk masyarakat dari kalangan manapun. Tujuannya adalah untuk mendekatkan musik jazz kepada masyarakat. Oleh karena itu, sejak awal digelar hingga sekarang panitia Ngayogjazz tidak pernah menarik tiket dari penonton. Semuanya digelar secara gratis. Hanya saja untuk tahun ini panitia mengharapkan agar pengunjung membawa buku tulis atau buku gambar kosong sebagai ganti tiket masuk. Meski demikian hal ini tidak wajib sehingga siapa pun boleh datang meskipun tidak membawa persyaratan tersebut. Rencananya buku tulis/buku gambar kosong tersebut akan disumbangkan kepada pihak-pihak yang membutuhkan. Demikian kata Vindra Diratara.
Satu hal lagi yang perlu dicatat yakni bagi pengunjung yang tidak membawa kendaraan pribadi dapat memanfaatkan suttle jazz yang disediakan panitia. Untuk mengetahui dimana saja titik-titik penjemputan suttle jazz tersebut bisa dilihat di sosial media Ngayogjazz. “Suttle jazz ini akan selalu bolak balik jemput, jadi jangan khawatir kalau tidak punya kendaraan,” kata Vindra.
Ngayogjazz bukan sekedar festival musik biasa tetapi Ngayogjazz menjadi tempat pertemuan bagi orang-orang untuk saling berbagi cerita dan mengapresiasi musik jazz. Meskipun Ngayogjazz digelar di area pedesaan namun ternyata tidak menyurutkan pengunjung untuk datang. Berdasarkan jumlah pengunjung sekitar empat tahun terakhir ini penonton yang datang mencapai sekitar 20 ribu hingga 32 ribu orang. (Rum) Sumber: Teras Jogja, Senin 13/11/17)