Perayaan Nyepi Tahun Saka 1940 “Mantapkan Kerukunan dan Persaudaraan Sejati”
Sleman, JOGJA TV| Perayaan tahun baru Saka tahun 1940 jatuh pada tanggal 17 Maret 2018. Berbeda dengan tahun baru masehi yang biasa dirayakan dengan penuh hingar bingar, tahun baru saka bagi umat Hindu dirayakan dengan penuh khidmat yakni dengan melaksanakan brata penyepian. Dengan melaksanakan brata penyepian diharapkan nantinya umat hindu akan seperti terlahir kembali sehingga mampu menjaga hubungan harmonis dengan sesama manusia, dengan Tuhan dan dengan lingkungan. Perayaan Nyepi tahun baru saka 1940 mengambil tema :”Memantapkan Kerukunan dan Persaudaraan Sejati”.
Untuk menyambut datangnya tahun baru saka umat hindu di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) akan melaksanakan beberapa rangkaian kegiatan. Rangkaian kegiatan tersebut berupa ritual keagamaan dan kegiatan sosial kemasyarakatan, seperti pawai budaya, bakti sosial dan sarasehan lintas agama. Rangkaian ritual keagamaan dilakukan dengan matur piuning yang dilaksanakan di beberapa tempat seperti di Tugu, Gunung Merapi, Cepuri Parangkusumo dan di Candi Prambanan.
Rangkaian kegiatan yang akan dilaksanakan umat hindu sebelum melaksanakan brata penyepian meliputi: sarasehan lintas agama ( sabtu, 17 februari 2018) telah dilaksanakan di gedung Santi Sasana, Pura Jagadnatha, Banguntapan Bantul. Sarasehan lintas agama dilaksanakan dengan mengundang tokoh-tokoh lintas agama. Sarasehan ini bertujuan untuk membangun persaudaraan sejati yang berdasarkan kebhinekaan sebagaimana tema perayaan nyepi tahun ini. Demikian ungkap Sekretaris PHDI DIY, I Wayan Ordiyasa.
Minggu, 18 Februari 2018 umat hindu melaksanakan kegiatan pelayanan untuk alam, yakni melalui kegiatan wanakerti (memelihara hutan) berupa penanaman pohon. Kegiatan wanakerti telah dilaksanakan di hutan Wanasadi Gunungkidul
Berikutnya, minggu, tanggal 25 Februari 2018 umat hindu akan melaksanakan kegiatan bakti sosial berupa donor darah, cek kesehatan gratis, jalan sehat dan pembagian sembako. Kegiatan ini akan dilaksanakan di Pura Jagadnatha dan terbuka untuk masyarakat umum. “Untuk umum siapapun boleh ikut,” kata Sekretaris Panitia Nyepi DIY, I Nyoman Santiawan. Kegiatan bakti sosial akan dimulai pukul 06.30 WIB – selesai.
Minggu, 04 Maret 2018 akan dilaksanakan kegiatan girikerti (memelihara gunung). Secara simbolis kegiatan ini akan dilakukan dengan penanaman pohon dan pelepasan hewan ke Gunung Merapi. Girikerti juga akan diisi dengan pawai budaya menuju pendopo Mbah Marijan. Kegiatan girikerti akan dimulai pukul 07.00 WIB dan bisa disaksikan oleh masyarakat umum.
Minggu, 01 Maret 2018 umat hindu akan melaksanakan upacara melasti atau labuhan sebagai simbol untuk pembersihan. Upacara melasti akan dilaksanakan di dua tempat, yaitu pantai Ngobaran Gunungkidul dan Pantai Parangkusumo, Bantul.
Sabtu, 10 Maret 2018 akan dilaksanakan kegiatan pawai budaya dengan merangkul komunitas dari lintas budaya dan lintas agama. Pawai budaya akan digelar di sepanjang jalan Malioboro mulai pukul 15.00 WIB – 17.30 WIB. Pawai budaya akan melibatkan kelompok seni yang jumlah sekitar 25 – 30 kelompok. Bagi kelompok budaya atau kelompok seni yang ingin ikut meramaikan pawai budaya panitia masih membuka kesempatan dan dengan senang hati akan diterima. “Kami masih buka artinya kami terima dengan senang hati”, kata I Nyoman Santiawan. Bagi masyarakat yang berminat ingin berpartisipasi dalam pawai budaya dapat menghubungi nomor 0812 2946 3400 atas nama I Nyoman Santiawan.
Jumat, 16 Maret 2018 umat hindu akan melakukan upacara tawur agung kesanga bertempat di Candi Prambanan, mulai pukul 07.00 WIB sampai siang hari. Upacara ini akan dihadiri oleh Menteri Agama Republik Indonesia. Setelah selesai melaksanakan upacara tawur agung kesanga pada sore harinya akan dilanjutkan prosesi pengerupukan atau mengarak ogoh-ogoh di pura masing-masing, yaitu di Pura Jagadnatha (Banguntapan), Pura Widya Darma (Dero, Maguwoharjo) dan Pura Padma Buana (Baciro). “Setelah ogoh-ogoh diarak kemudian dibakar di masing-masing pura, masyarakat bisa menyaksikan ini,” kata Ketua Umum Panitia Nyepi DIY, Komang Kusuma.
Mengarak ogoh-ogoh untuk kemudian dibakar sebetulnya adalah inti dari upacara nyepi. Ogoh-ogoh atau bhutakala adalah simbol dari hal-hal negatif sehingga pada malam pengerupukan ogoh-ogoh itu harus dinetralisir agar tidak menganggu umat hindu yang akan melakukan brata penyepian pada pagi harinya. “Kami luruskan di sini bukan itu yang kita sembah, jangan keliru. Itu adalah simbol dari hal-hal negatif,” kata I Wayan Ordiyasa.
Sabtu, 17 Maret 2018 merupakan pergantian tahun baru saka. Pada saat itu, umat hindu akan melaksanakan brata penyepian di rumah masing-masing. Ada empat brata yang harus dilakukan pada saat nyepi, meliputi amati karya (tidak bekerja), amati geni (tidak menyalakan api. Dalam hal ini mematikan hawa nafsu), amati lunga (tidak bepergian), amati lelanguan (tidak menikmati hiburan). Pada saat melakukan brata penyepian ini umat hindu melakukan puasa mulai pukul 06.00 pagi dan berakhir pada pukul 06.00 pagi di hari berikutnya.
Setelah selesai melaksanakan brata penyepian tiba saatnya umat hindu melaksanakan darma santi. Darma santi menjadi penutup dari rangkaian kegiatan nyepi. Darma santi diisi dengan acara saling maaf memaafkan sehingga tidak ada lagi rasa benci, marah dan sebagainya. “Semua kesalahan yang kita perbuat baik sengaja maupun tidak sengaja kita hapus di situ, kita saling memaafkan sehingga terwujudlah persaudaraan sejati,” kata Komang Kusuma. (Rum) Sumber: Bincang Hari Ini, Jumat 16/02/2018).
Likes