Nyadran Agung Desa Kaliagung
Kulonprogo, JOGJA TV| Bulan Sya’ban atau Ruwah menjadi bulan yang penuh makna bagi masyarakat Jawa. Pada bulan ini masyarakat di berbagai tempat menyelenggarakan tradisi nyadran untuk mendoakan arwah para leluhur yang telah menghadap Sang Pencipta. Nyadran selain merupakan wujud penghormatan kepada para arwah juga menjadi sarana berinteraksi antar warga sehingga tercipta kehidupan yang guyub rukun. Ini pula yang dilakukan oleh warga masyarakat Desa Kaliagung, Kecamatan Sentolo, Kabupaten Kulonprogo. Untuk mengigat jasa para pendahulu yang telah membangun Desa Kaliagung warga setempat pada hari sabtu legi (06/05/17) menggelar upacara nyadran dengan mengarak tiga gunungan. Digelarnya upacara nyadran ini juga sekaligus untuk memperingati hari jadi Desa Kaliagung yang ke 70 tahun.
Rasa suka cita tampak di raut wajah warga masyarakat Desa Kaliagung, Sentolo, Kulonprogo yang siang itu menggelar upacara nyadran sekaligus memperingati hari jadi Desa Kaliagung yang ke 70 th. Seperti diketahui Desa Kaliagung berdiri pada 30 Maret 1947. Desa Kaliagung merupakan gabungan dari Desa Kemiri dan Desa Kalinganti. “Tanggal 30 Maret 1947 itu berdirinya Desa Kaliagung. Dulu gabungan dari Desa Kemiri dan Desa Kalinganti sehingga digabung menjadi Kaliagung,” kata Panitia Acara, Sasmito Hadi.
Pelaksanaan nyadran diawali dengan kirab budaya yang diikuti oleh perwakilan dari 12 Padukuhan yang ada di Desa Kaliagung. Ke duabelas padukuhan tersebut yakni Padukuhan Banyunganti kidul, Banyunganti lor, Kemiri, Degung, Kleben, Jetak, Kaliwilut, Tegowanu, Ngrandu, Kaligalang, Kalipenten dan Nglotak.
Masing-masing padukuhan menampilkan bregodo prajurit dan kesenian tradisional. Perjalanan kirab menempuh jarak sekitar satu kilometer dimulai dari Pasar Semawung menuju lapangan Desa Kaliagung. Arak-arakan bregodo prajurit dan iringan kesenian dipertontokan di sepanjang jalan. Hal ini menjadi hiburan tersendiri bagi warga yang menonton di pinggir-pinggir jalan.
Dalam nyadran agung tersebut warga mempersembahkan tiga gunungan yang terdiri dari gunungan seribu apem, gunungan hasil bumi dan gunungan teh. Gunungan ini melambangkan bahwa masyarakat Desa Kaliagung telah mencapai kehidupan yang makmur. “Hasil bumi gunungan ini wujud bukti bahwa masyarakat Kaliagung telah makmur,” ungkap Kepala Desa Kaliagung, Suwito.
Selain menyajikan tiga macam gunungan warga juga mengeluarkan jodang yang berisi makanan berupa nasi gurih, apem, kolak, ingkung, pisang raja dan jajan pasar. Masing-masing sesaji makanan ini memiliki makna tersendiri. Nasi gurih melambangkan agar permohonan kepada Tuhan bisa dikabulkan. Ingkung atau ayam yang dimasak utuh melambangkan manusia ketika masih bayi belum mempunyai kesalahan. Ketan, kolak, apem merupakan satu kesatuan yang bermakna memohon ampun apabila melakukan kesalahan. Pisang raja melambangkan suatu harapan supaya kelak hidup bahagia. Sedangkan jajan pasar melambangkan harapan berkah dari Tuhan.
Setelah kirab warga kemudian berkumpul di lapangan Desa Kaliagung untuk melakukan doa bersama. Acara doa bersama dipimpin oleh ulama setempat. Dalam doa terkandung harapan agar seluruh warga masyarakat Kaliagung bisa hidup guyun rukun dan Desa Kaliagung menjadi lebih maju sama dengan desa-desa yang lain.
Usai doa bersama selanjutnya tiga gunungan tersebut diperebutkan kepada seluruh warga yang hadir. Moment inilah yang dinanti-nanti oleh warga. Mereka tampak bersuka cita merebut bagian gunungan tersebut.
Setelah berebut gunungan sebagai tanda suka cita warga kemudian berkumpul untuk melakukan makan bersama. Warga terlihat bahagia saling berbagi makanan dengan sesama. Makan bersama dalam tradisi nyadran menyimbolkan kerukunan yang dibina oleh warga masyarakat Kaliagung.
Upacara Nyadran selain bertujuan untuk mengirim doa kepada arwah para leluhur juga memiliki tujuan mulia yakni menjaga kerukunan antar warga masyarakat. Dalam upacara itu seluruh warga bersatu tanpa memandang kelas social satu sama lain.
Di Desa Kaliagung sendiri upacara Nyadran sempat hilang karena pudarnya nilai-nilai tradisi yang dipegang masyarakat. Namun beberapa tahun terakhir ini warga setempat mulai bersemangat lagi untuk menjaga nilai tradisi dengan kembali menggelar upacara Nyadran. (Rum) Sumber: Adiluhung, selasa 06/05/17).
Likes