IFC Fashion Movement: Sarong is My New Denim
Sleman, JOGJA TV| Sarung merupakan pakaian tradisional Indonesia yang sudah ada sejak ratusan tahun lalu. Tidak seperti kebaya yang hanya bisa dikenakan wanita, sarung pemakaiannya tidak terbatas pada gender tertentu sehingga pria maupun wanita cocok mengenakan sarung. Untuk mengangkat sarung sebagai identitas budaya bangsa dan juga untuk mendorong industri kreatif di bidang fashion, para desainer yang tergabung dalam Indonesian Fashion Chamber (IFC) membuat gerakan fashion bertema “Sarong is My New Denim”. Kampanye ini didengungkan para desainer IFC untuk mendorong masyarakat Indonesia, terutama kalangan anak muda agar menjadikan sarung sebagai busana keseharian baik untuk acara resmi maupun santai. Demikian dikatakan oleh desainer yang juga Local Chairman IFC, Lia Musthofa dalam Bincang Hari Ini, (BHI) edisi selasa, (15/08/17) di Studio Jogja TV.
Para desainer yang tergabung dalam Indonesian Fashion Chamber saat ini sedang gencar melakukan kampanye bertema “Sarong is my new denim” dikalangan anak muda. Melalui gerakan ini IFC ingin menjadikan sarung sebagai busana keseharian sebagai identitas bangsa indonesia. Selain itu, kampanye sarung juga dimaksudkan untuk mendorong industri fashion di tanah air, mengingat di seluruh Indonesia banyak perajin yang memproduksi beragam kain, seperti songket, lurik,batik, kain endek bali dan lain-lain.
Menurut Organisation Development IFC, Phillip Iswardono Sarung adalah kain yang melilit di pinggang. Soal bahan maupun style tidak ada ketentuan yang mengatur. Bahan sarung bebas, bisa berupa kain batik, lurik, songket, kain endek Bali dan sebagainya, sedangkan modelnya bisa dibuat lebih personal sesuai selera. “jadi materialnya itu sendiri tidak ada keterbatasan, mau tenun mau batik, bahkan tekstil yang modern pun bisa dicreat menjadi sebuah sarung,” kata Philip Iswardono. Supaya terkesan lebih kekinian maka sarung dikreasikan menjadi busana urban yang stylenya sangat modern. Misalnya untuk jalan-jalan ke mal maka bisa memakai sarung pendek dengan model sampai lutut sehingga tampak trendy. Sedangkan untuk acara resmi bisa memakai sarung yang panjangnya sampai mata kaki. Sarung sangat fleksibel dan multifungsi untuk berbagai occasion tergantung teknik pemakaiannya.
Dengan sentuhan seni, sarung yang dahulu identik sebagai pakaian tradisional kini bertranformasi menjadi busana kekinian. Saat mengkampanyekan misinya di Studio Jogja TV Phillip Iswardono juga memperagakan cara memakai sarung baik untuk acara resmi maupun santai. Di tangan Phillip bentuk sarung yang semula silinder kemudian dibuka jahitan tengahnya hingga menjadi sebuah lembaran kain. Untuk menambah kesan etnik, lembaran kain sarung tersebut diberi tambahan perca tenun di bagian depan. Sedangkan dibagian tengah sarung diberi tali untuk memudahkan pemakaian dan agar lebih kencang. Selain itu, juga ditambah dengan obi di bagian pinggang sehingga tampak lebih eyecatching. Pemakaian sarung ini dipadukan dengan kemeja hitam kerah nehru,dan dibawahnya memakai sepatu pantovel. Hasilnya pun terlihat elegan dan cocok untuk menghadiri acara resmi. Apabila menginginkan untuk acara santai kemeja tinggal dilepas dan diganti dengan kaos lengan panjang dan sepatunya sneaker maka kesan kasual sudah muncul.
Style bisa diubah sesuai selera misalnya kemeja hitam dipadukan dengan jaket nehru untuk menghadiri acara resmi malam hari. Supaya terkesan lebih glamor maka ditambah dengan aksesoris selendang di bagian tengah. Hasilnya pun sangat menawan.
Untuk menghadiri acara yang lebih tematik maka sarung tersebut bisa dipadupadankan dengan coat Yukata agar stylenya terkesan oriental.
Selain sebagai busana pria sarung juga cocok untuk busana wanita. Sarung dari bahan tekstil bermotif garis-garis ini dikreasikan Phillip untuk busana wanita. Untuk menambah aksen manis sarung diberi sentuhan tenun di bagian depan. Selain itu, juga dilengkapi dengan tali merah yang panjang. Sarung motif garis-garis ini selanjutnya dipadukan dengan atasan kebaya modern warna hijau. Tak lupa juga dipakaikan obi di bagian luar kebaya. Tampilan ini cocok dikenakan untuk acara semi formal.
Untuk tampilan lainnya bisa ditambah dengan pemakaian outer warna putih sehingga tampak lebih elegan.
Pemakaian sarung sangat fleksibel dan stylenya sangat personal tergantung selera masing-masing pemakainya. Hal ini sesuai dengan tagline “Creat your own Sarong in a modern style”.
Desainer IFC, Dewi Roesdji juga mengkreasikan sarung dari bahan batik motif geblek renteng khas Kulonprogo dengan tenun troso dari Jepara. Oleh Dewi, sarung tersebut dipadupadankan dengan baju atasan kain songket warna merah. Kedua, Dewi mengkombinasikan sarung dengan kain tenun di atasnya. Padu padan ini cocok untuk acara semi resmi.
Kampanye “Sarong is My New Denim” adalah gerakan tingkat nasional. Gerakan fashion ini dikampanyekan mulai dari level masyarakat hingga level pemerintah. Di Daerah Istimewa Yogyakarta IFC telah melakukan sosialisasi ke Pemerintah Daerah DIY sejak tiga tahun lalu dan sekarang lebih ditingkatkan lagi. Papar Dewi Roesdji yang juga bertindak sebagai Business Development IFC.
Untuk lebih menggerakkan industri fashion yang ada di Yogyakarta, IFC pada bulan Agustus 2017 akan mengkampanyekan secara besar-besaran Sarong is My New Denim. Beberapa agenda yang akan diselenggarakan diantaranya show pedestrian di sepanjang jalan Mangkubumi Yogyakarta (depan hotel 101) yang akan digelar pada tanggal 24 Agustus 2017. Berikutnya tanggal 26 Agustus 2017 fashion show dari member IFC yang akan menampilkan karya-karya spektakuler di Hartono mal Yogyakarta. Dan pada tanggal 27 Agustus 2017 para desainer IFC akan mengangkat sarung sebagai art fashion bertempat di Hotel Hyatt Yogyakarta. (Rum) Sumber: Bincang Hari Ini, selasa (15/08/17).
1 Likes