Bekti Pertiwi dan Pisungsung Jaladri
Bantul, JogjaTV|Warga yang tinggal di sekitar Pantai Parangtritis memiliki cara tersendiri dalam mengungkapkan rasa syukur dan memohon keselamatan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Setiap tahun, tepatnya sehabis panen raya padi warga Dusun Pamancingan, Desa Parangtritis, Kecamatan Kretek, Bantul menggelar upacara bekti pertiwi dan pisungsung jaladri. Tradisi ini awalnya hanya digelar sederhana namun sejak tahun 1989 dikemas secara khusus sehingga bisa menjadi daya tarik bagi wisatawan yang sedang berkunjung di pantai Parangtritis.
Ratusan warga berpakaian adat Jawa berkumpul di Joglo Parangtritis. Mereka bersiap mengikuti upacara Bekti Pertiwi dan Pisungsung Jaladri. Kedua upacara adat ini digelar menjadi satu rangkaian meskipun memiliki wujud yang berbeda namun pada intinya memiliki makna yang sama. Untuk waktu pelaksanaannya digelar selama dua hari, yakni hari senin pon dan selasa wage.
Pelaksanaan upacara bekti pertiwi dan pisungsung jaladri diawali dengan upacara ngguwangi yang dilaksanakan hari senin pon. Ubarampe yang disiapkan untuk upacara ngguwangi terdiri dari tumpeng monco warno, makanan dari beras, ketan, pisang raja dan aneka buah. Sesaji ini diletakkan dalam ancak yang terbuat dari batang pisang berbentuk segi empat. Selanjutnya sesaji tersebut dibuang atau diletakkan di tempat- tempat yang dianggap sakral.
Usai melaksanakan upacara ngguwangi pada hari senin pon, hari berikutnya yakni selasa wage masyarakat menggelar upacara kepungan atau kenduri masal sebagai wujud dari upacara bekti pertiwi. Upacara ini dilaksanakan di Joglo Pantai Parangtritis. Untuk pelaksanaan upacara ini setiap warga membawa sesaji makanan berupa nasi gurih, nasi liwet, ingkung ayam, pisang raja, ketan salak, dan makanan yang terbuat dari beras ketan. Usai didoakan sesaji yang dibawa warga tersebut kemudian dimakan bersama-sama.
Setelah melaksanakan kenduri warga bersiap untuk melakukan kirab budaya dengan mengarak gunungan hasil bumi. Kirab budaya dimulai dari Joglo Parangtritis menuju Cepuri Parangkusumo dengan menyusuri jalan di sepanjang pantai. Kemeriahan kirab budaya ini pun menarik perhatian warga dan wisatawan yang sedang berkunjung di Parangtritis.
Sesampainya di Cepuri Parangkusumo warga melakukan upacara caos dhahar di atas batu gilang yang ada di dalam Cepuri Parangkusumo. Batu gilang ini dipercaya warga sebagai tempat pertemuan antaran Panembahan Senopati dengan Penguasa Laut Selatan, Kangjeng Ratu Kidul. Caos dhahar adalah mempersembahkan sesaji sebagai permohonan ijin kepada Ratu Kidul bahwa warga Dusun Pamancingan akan melaksanakan upacara pisungsung jaladri atau labuhan di laut selatan.
Setelah para sesepuh selesai melakukan upacara caos dhahar rangkaian berikutnya adalah upacara pisungsung jaladri. Pisungsung jaladri dimanifestasikan dengan melarung atau melabuh sesaji berupa pisang sanggan, bunga, kelapa muda hijau, ketan salak, buah-buahan yang dibentuk gunungan serta sebagai barang yang biasa dijajakan masyarakat di obyek wisata Parangtritis.
Upacara pisungsung jaladri ini menjadi upacara yang sangat dinantikan oleh warga. Mereka berebut sesaji yang dilarung ke laut. Bagi yang berhasil mendapatkan sesaji diyakini akan mendapatkan rejeki dan dijauhkan dari segala bentuk mara bahaya. Meski labuhan ini ditujukan untuk penguasa laut selatan namun secara religi warga tetap menyembah kepada Tuhan Yang Maha Esa. “Labuhan ini persembahan untuk penguasa laut selatan tapi kita secara vertical tetap kepada Allah SWT. Tradisi dan agama tidak bisa dicampur aduk,” ungkap Ketua Panitia, Mas Penewu Suraji Parang Pertomo.
Upacara adat bekti pertiwi dan pisungsung jaladri merupakan pusaka budaya yang penting dilestarikan oleh generasi sekarang dan generasi mendatang. Upacara ini merupakan produk kearifan lokal warga Pantai Selatan yang mengandung nilai-nilai luhur yang mampu membentengi warga dari pengaruh negative.
1 Likes