Arak Jodang dan Gunungan di Makam Panembahan Bodho
Bantul, Jogja TV| Untuk memperingati wafatnya Panembahan Bodho, seorang ulama yang menyebarkan Islam di wilayah Pandak, Bantul, masyarakat setempat menggelar tradisi nyadran di komplek Makam Sewu tempat dimakamkannya Panembahan Bodho. Tak hanya sekedar memanjatkan doa di makam namun dalam ritual nyadran tersebut juga dilakukan arak jodang oleh ratusan prajurit yang berpakaian adat Jawa.
Tradisi arak jodang dan gunungan menuju makam Sewu menempuh jarak sekitar 1,5 KM. Di sepanjang perjalanan yang dilewati arak jodang tersebut nampak ratusan warga berjubel ingin menyaksikan jalannya kirab. Acara kirab jodang berjalan meriah dan warga yang ambil bagian dalam kirab tersebut tak hanya warga Pandak saja namun warga dari Kecamatan Pajangan juga ikut terlibat.
Jodang adalah semacam tandu yang dipikul oleh empat orang dan di atas tandu itu diletakkan semacam kotak. Kotak ini berisi makanan atau hasil bumi. Agar terlihat indah jodang dihias sedemikian rupa sehingga menyerupai rumah kecil. Pada waktu lalu jodang biasanya digunakan untuk mengantarkan upeti atau makanan kepada penguasa atau petinggi.
Selain kirab jodang dalam tradisi nyadran itu juga diarak gunungan hasil bumi. Semua ini merupakan wujud rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkah dan limpahan rejeki yang telah diberikan kepada masyarakat. Tradisi ini menjadi symbol agar seluruh warga diberikan kemakmuran.
Setelah diarak mengelilingi wilayah Pandak persembahan jodang dan gunungan tersebut diletakkan di pendopo Makam Sewu. Selanjutnya, upacara nyadran pun dimulai.
Upacara Nyadran Makam Sewu bagi masyarakat Pandak dan Pajangan Bantul digelar setiap bulan Ruwah atau Sya’ban tepatnya pada hari senin tanggal 20 bulan Sya’ban. Pelaksanaan nyadran pada tanggal ini adalah untuk memperingati wafatnya Panembahan Bodho yakni ulama penyebar agama Islam yang juga merupakan murid dari Sunan Kalijaga.
Panembahan Bodho adalah nama lain dari Raden Trenggono. Beliau memilih menjalani hidup sebagai ulama dan menolak menjadi Adipati Terung. Karena prinsip hidupnya ini maka kemudian Raden Trenggono disebut sebagai bodho atau bodoh. Panembahan Bodho meninggal sekitar tahun 1600 M dan dimakamkan di kompleks Makam Sewu Dusun Gesikan, Desa Wijirejo, Kecamatan Pandak, Kabupaten Bantul.
Likes