Pelestarian Upacara Adat Kota Yogyakarta
Sleman, JOGJA TV| Laju perkembangan jaman sangat pesat dan mempengaruhi seluruh aspek kehidupan, termasuk adat dan tradisi. Terutama di wilayah perkotaan seperti di Kota Yogyakarta keberadaan upacara adat dan tradisi dimungkinkan dapat menghilang secara pelan apabila tidak ada upaya untuk pelestarian. Oleh karena itu, perlu ada upaya pelestarian upacara adat di wilayah Kota Yogyakarta. Terkait hal ini peran para pelaku budaya sangat dibutuhkan untuk membuat program-program budaya yang kembali kepada ruh budaya dan bernilai edukasi. Sementara itu, Dinas Kebudayaan siap mendukung pelaksanaan adat budaya tersebut dengan memberikan anggaran. Upacara adat yang menjadi sasaran untuk dilestarikan adalah upacara adat yang benar-benar mengandung unsur religi dan bukan hanya sekedar perayaan pesta rakyat yang bersifat hura-hura. Upaya inilah yang saat ini sedang dilakukan oleh Dinas Kebudayaan Kota Yogyakarta.
Kota Yogyakarta memiliki banyak aset budaya yang bernilai adiluhung sehingga penting untuk dilestarikan agar tidak tergerus oleh kemajuan jaman. Budaya yang ada di Yogyakarta salah satunya budaya kraton yang kemudian diadopsi masyarakat di luar tembok kraton. Budaya kraton yang kemudian dibawa keluar tembok kraton itu misalnya tata rias pengantin dan busana adat kraton. Masyarakat diperbolehkan menggunakan tata rias dan busana adat kraton yang jenisnya bermacam-macam tersebut.
Selain budaya kraton, adat tradisi lainnya yang ada di Yogyakarta adalah merti kali, tradisi apeman, tumbuk ageng, dan sebagainya. Semua adat tradisi ini mengandung pesan filosofi kehidupan sehingga penting untuk dilestarikan.
Terkait dengan pelestarian upacara adat, Dinas Kebudayaan Kota Yogyakarta saat ini sedang mengkaji dan memetakan wilayah mana saja di Kota Yogyakarta ini yang tradisinya masih kuat dan didukung oleh masyarakatnya. Untuk adat tradisi masyarakat yang masuk kategori masih bisa digarab maka diharapkan partisipasi masyarakat termasuk para pemangku budaya untuk menghidupkan dan mengembangkan adat tradisi tersebut. Namun untuk adat budaya yang sudah tidak ada masyarakat pendukungnya maka itu menjadi tugas pemerintah untuk melestarikannya. ” Jadi kami akan menyerahkan kepada para pemangku kepentingan urusan budaya untuk mengkaji dan mendiskusikan, misal ini masih bisa digarap, yang ini sudah tidak bisa digarab sehingga hanya dilestarikan saja. Kalau yang dilestarikan saja pemerintah nanti yang mikir,” kata Kepala Dinas Kebudayaan Kota Yogyakarta, Eko Suryo.
Pengembangan kebudayaan di Kota Yogyakarta sangat membutuhkan partisipasi masyarakat termasuk di dalamnya para pemangku budaya. Keterlibatan masyarakat dalam urusan budaya itu tercantum jelas dalam visi misi Pemerintah Kota Yogyakarta. Dengan demikian, pengembangan budaya bukan hanya menjadi tugas pemerintah saja namun menjadi tanggung jawab seluruh masyarakat. Dinas Kebudayaan lebih bersifat sebagai fasilitator yang memberikan anggaran.
Masyarakat dipersilahkan untuk membuat proposal pengajuan dana untuk penyelenggaraan event budaya. Misalnya saja dalam waktu dekat ini memasuki bulan ruwah yang biasanya masyarakat di Kota Yogyakarta membuat apem bersama untuk satu kampung. Untuk penyelenggaraannya bisa mengajukan dana ke Dinas Kebudayaan Kota Yogyakarta.
Terkait perencanaan penganggaran dari Dinas Kebudaya Kota Yogyakarta untuk pembinaan kebudayaan di masyarakat adalah menjadi tugas Komisi D DPRD Kota Yogyakarta untuk mengawasinya. Hingga trwilan pertama tahun 2018 ini Komisi D DPRD Kota Yogyakarta masih mengawasi perkembangan perencanaan penganggaran dari Dinas Kebudaya Kota Yogyakarta apakah anggaran tersebut sudah sesuai penggunaannya untuk pengembangan kebudayaan atau belum. Komisi D DPRD Kota Yogyakarta berharap anggaran dana dari Dinas Kebudayaan tersebut betul-betul digunakan untuk mengembalikan lagi ruh tradisi. Dalam hal ini diperlukan unsur edukasi untuk masyarakat agar masyararakat turut berpartisipasi mengembangkan budaya. “Kami dari komisi D sebetulnya di dalam mengembalikan lagi tradisi ini kepada ruhnya bahwa ini harus ada unsur edukasi kepada masyarakat. Kalau tidak unsur edukasi partisipasi dari masarakat kurang,” ungkap anggota Komisi D DPRD Kota Yogyakarta, Anindiati.
Dukungan anggaran dari Dinas Kebudayaan Kota Yogyakarta sangat penting untuk kelangsungan pengembangan kebudayaan di Kota Yogyakarta. Event budaya tersebut tentu membutuhkan banyak biaya. Seperti halnya event yang digelar oleh Himpunan Ahli Seni Tata Rias dan Busana Daerah (HASTANATA) Yogyakarta. Dalam setahun HASTANATA menggelar event hingga tiga kali dan ini membutuhkan biaya cukup banyak. Untuk itu, Ketua HASTANATA Yogyakarta, Endang Sujonoworo berharap kepada Dinas Kebudayaan Kota Yogyakarta agar memberikan bantuan biaya untuk penyelenggaraan event-event budaya tersebut. “Saya mengharapkan kepada Dinas Kebudayan Kota supaya memberikan apresiasi, bantuan karena kita itu setiap tahun ada event malah setahun sampai 3 kali. Kita itu tapi kan terbentur dengan biaya, “kata Endang Sujonoworo.
Terkait dengan pengembangan kebudayaan, Kepala Dinas Kebudayaan Kota Yogyakarta, Eko Suryo M, menghimbau kepada para pelaku budaya untuk berdialog mencari rumusan sendiri. Para pelaku budaya diharapkan menjadi eksekutor sedangkan Dinas Kebudayaan hanya sebagai fasilitator saja. ” ini ada waktu sampai juli, sehingga mei-juni-juli ini kesempatan utuk para begawan budaya silahkan saling bertukar pikiran untuk nanti menentukan program. Nah kami memfasilitasi saja. Para pelaku pemangku budaya silahkan bikin program termasuk dari dewan,” himbau Eko Suryo.
Upacara tradisi yang berasal dari budaya Kraton, seperti Tarapan (upacara untuk menstruasi pertama pada anak gadis) dan Tetesan (sunat untuk anak perempuan) perlu untuk dihidupkan kembali di masyarakat karena adat tradisi itu mengandung makna filosofi. Adat tradisi tersebut tidak hanya milik kraton tetapi masyarakat di luar tembok kraton pun boleh melaksanakan upacara tersebut. Anggota Komisi D DPRD Kota Yogyakarta, Anindiati menghimbau kepada para orangtua agar lebih proaktif pada kegiatan budaya seperti itu karena berperan menuntun anak-anak. ” Orangtua harus lebih proaktif pada kegiatan budaya seperti ini karena berperan menuntun anak-anak,” kata Anindiati.
Upacara adat yang ada di Yogyakarta bernilai adiluhung dan ini menjadi tugas seluruh masyarakat untuk mengembangkan dan melestarikannya. (Rum) Sumber: Bincang Hari Ini, jumat 06/04/2018).
1 Likes