Tradisi Wiwit Sebagai Wujud Syukur Petani
Yogyakarta, JOGJA TV| Masyarakat petani Jawa memiliki cara tersendiri untuk mengungkapkan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan rejeki berupa panen padi. Rasa syukur tersebut diungkapkan melalui Upacara wiwit ketika hendak memetik padi yang sudah waktunya dipanen. Wiwit adalah bahasa Jawa yang berarti memulai. Artinya para petani mulai untuk memanen padi di sawah. Panen padi ini disertai dengan upacara wiwit yang sudah menjadi tradisi turun temurun di kalangan masyarakat petani Jawa. Upacara Wiwit juga sebagai bentuk penghormatan kepada Dewi Sri yang dipercaya sebagai Dewi kesuburan di kalangan petani. Seperti halnya upacara Wiwit yang digelar oleh warga petani di Dusun Bobung, Desa Putat, Kecamatan Pathuk, Gunungkidul.
Para petani di Dusun Bobung secara bersama-sama melaksanakan upacara Wiwit untuk menandai dimulainya panen padi di sawah. Berbagai sesaji makanan disiapkan untuk pelaksanaan upacara Wiwit ini. Sesaji yang disiapkan antaralain nasi tumpeng, nasi golong, ingkung ayam, telur ayam, sayur klothok, sambel gepeng serta jajan pasar yang terdiri dari buah-buahan, jadah, jenang blowok dan jenang munten. Sayur klothok adalah sayuran yang terbuat dari kacang panjang, kluwih, kulit mlinjo dan labu. Sedangkan sambel gepeng dibuat dari kedelai hitam dilengkapi dengan ikan teri dan cabai.
Disamping sesaji makanan juga disiapkan sesaji lainnya berupa pisang raja, uang wajib, kinang, rokok, cermin, sisir, dan bunga wiwit yang terdiri dari kenanga, mawar, kanthil, melati, wora-wari bang dan pandan wangi.
Semua sesaji tersebut dibawa ke sawah dan diletakkan di pinggir sawah. Sesaji disiapkan sebagai sarana pelengkap dalam melantunkan doa memohon keselamatan semoga para petani selalu mendapatkan perlindungan dari Tuhan dan semoga diberikan hasil panen yang memuaskan.
Setelah doa kemudian dilakukan pemotongan padi pertama sebagai tanda bahwa panen padi bisa segera dimulai. Untaian batang padi tersebut kemudian diikat untuk dibawa pulang dan disimpan di dalam lumbung atau tempat penyimpanan padi. Padi yang diikat menggambarkan sepasang pengantin laki-laki dan perempuan atau biasa disebut pengantin padi.
Padi yang telah dipetik kemudian dibawa pulang untuk disimpan di rumah. Pada jaman dahulu padi disimpan di suatu ruangan bernama Gedhong Pedaringan. Namun seiring perkembangan jaman kini para petani di pedesaan sudah tidak memiliki gedong pedaringan sehingga padi disimpan di dalam rumah. Padi yang disimpan di dalam rumah memiliki makna supaya padi tersebut bisa awet untuk memenuhi kebutuhan para petani. Dalam ungkapan bahasa Jawa ada istilah “Kebak aja nganti lokak, luber aja nganti kecer”. Ungkapan ini bermakna supaya petani tidak boros dalam memanfaatkan hasil panen sehingga bisa awet hingga panen padi berikutnya.
Dalam pelaksanaan upacara wiwit biasanya juga mengundang warga sekitar untuk datang berkumpul di sawah. Mereka bersama-sama menikmati sajian makanan yang disiapkan oleh petani yang sedang punya hajat wiwit. Pembagian makanan pada saat upacara wiwit adalah wujud shodakoh bahwa ketika mendapat rejeki maka sebagian harus dibagikan kepada sesama agar menjadi barokah.
Tradisi wiwit yang telah berlangsung turun temurun dari nenek moyang perlu untuk terus dilestarikan sebagai kearifan lokal. Para petani di Dusun Bobung, Putat, Pathuk, Gunungkidul berharap supaya kekayaan budaya ini tidak hilang ditelan jaman. (Rum) Sumber: Program Adiluhung, selasa 01/08/17).
Likes